MELURUSKAN SALAH KAPRAH PENANAMAN TERUMBU KARANG DAN TRANSPLANTASI KARANG

Dr. rer. nat. Gino V. Limmon, M.Sc.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Terumbu karang adalah suatu ekosistem laut yang sangat kompleks dengan keanekaragaman biota laut yang sangat tingggi. Terumbu karang sangat penting bagi kita karena mempunyai banyak fungsi, seperti penahan ombak, sumber bahan makanan, tempat ikan dan organisme laut lainnya tinggal, mencari makan, belindung, memijah, dan membesarkan anak. Jadi kalau terumbu karang kita rusak maka semua ikan dan organisme laut lainnya yang tinggal di situ juga akan turut musnah.

Logika sederhana, kalau terumbu karang kita rusak, maka jangan lagi kita berharap untuk dapat menikmati indahnya pemandangan bawah laut dengan terumbu karang dan biota laut serta jenis-jenis ikan yang menjadi penghuninya, lidah kita akan jauh dari makanan laut yang enak-enak seperti kerapu (garopa), kakap dan lobster.

Kerusakan terumbu karang diberbagai tempat di bentangan perairan nusantara kita telah merupakan suatu fenomena yang menggugah para pemerhati lingkungan untuk mengatasinya. Banyak usaha dan langkah yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi terumbu karang yang rusak. Yang paling fenomenal barangkali penanaman sejuta terumbu karang yang dilakukan di Manado, Sulawesi Utara, Pulau We, Aceh dan Ambon beberapa tahun lalu. Event ini kemudian diikuti oleh penanaman terumbu karang dan transplantasi karang oleh berbagai pihak, terutama di Maluku dan Kota Ambon yang beberapa tahun ini terakhir ini menjadi tuan rumah  dari berbagai penyelenggaran event-event nasional. Tentu saja ini hal yang menggembirakan karena bisa menjadi indikator bahwa orang semakin sadar akan pentingnya terumbu karang dan ada niat baik untuk memperbaiki ekosisem terumbu karang yang memang sudah rusak di hampir semua pesisir di Maluku. Niat baik ini perlu didukung oleh semua pihak, terutama pemerintah daerah dan akademisi di Maluku agar niat baik ini dapat diimplementasikan dengan benar sehingga hasilnya juga optimal. Oleh sebab itu saya ingin meluruskan beberapa hal yang menurut hemat saya agak keliru.

12Pertama adalah tentang istilah terumbu karang dan karang. Karang membentuk terumbu karang, seperti juga pohon membentuk hutan. Jadi sebenarnya lebih tepat bila kita katakan penanaman karang, walaupun penanaman terumbu karang juga bisa diterima dalam konteks yang lebih luas. Kedua, karang itu hewan tingkat rendah, bukan tumbuhan, sehingga istilah transplantasi karang barangkali lebih tepat dibandingkan dengan penanaman karang atau terumbu karang.

Ketiga, kalau kita mematahkan atau mengambil patahan karang dalam jumlah ratusan sampai ribuan atau jutaan dari tempat yang kondisinya lebih bagus untuk melakukan transplantasi karang di tempat yang sudah rusak, maka kita sebenarnya sedang berusaha untuk memperbaiki terumbu karang di suatu lokasi dengan cara merusak terumbu karang di lokasi lain, yang sebenarnya masih baik. Sebaiknya sebelum transplantasi dilakukan, kita sudah membuat koleksi atau stok karang untuk ditransplant sehingga tidak merusak terumbu karang di tempat lain. Sebenarnya pilihan terbaik adalah membuat pembibitan karang dari spat karang. Karang dapat berkembang biak secara seksual (fertilisasi-plannulae-spat) dan aseksual (secara pertunasan dan frakmentasi) dan kita cenderung melakukan perbanyakan secara aseksual karena lebih cepat, tetapi lebih merusak dan tidak ramah lingkungan.

Keempat, lokasi transplantasi karang harus memenuhi beberapa kriteria untuk menjamin kelangsungan hidup karang seperti air yang jernih dengan sedimentasi yang rendah, substrat yang keras , suhu dan salinitas. Walaupun karang adalah hewan, mereka bersimbiosis secara mutualisme dengan tumbuhan algae (zooxanthellae) yang tinggal dalam tubuh karang sehingga karang membutuhkan sinar matahari untuk proses fotosintesa algae tersebut. Suhu optimum untuk pertumbuhan karang berkisar antara 23-300C. Suhu dibawah 180C dapat menghambat pertumbuhan karang dan suhu diatas 330C dapat menyebabkan pemutihan karang (bleaching), yaitu keluarnya zooxanthella dari polip karang sehingga dapat menyebabkan kematian karang. Kadar garam (salinitas) optimal bagi kehidupan karang berkisar antara 30-35 0/00. Karena itu karang jarang ditemukan hidup muara sungai besar atau di perairan dengan salinitas yang tinggi.

Sedimentasi menjadi masalah utama bagi kelangsungan hidup karang karena partikel-partikel sedimen dapat menghambat masuknya cahaya matahari ke dalam laut, menutupi polip karang dan menghambat penyebaran gamet dan pelekatan plannulae. Oleh sebab itu Substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk perlekatan larva karang (planula) yang akan membentuk koloni baru.

Hal terakhir yang ingin saya luruskan adalah, apabila kita ingin memperbaiki suatu ekosistem, maka fungsi ekosistem itulah yang harus kita kembalikan dan mejadi prioritas dalam usaha kita untuk memperbaiki suatu ekosistem. Kalau kita melakukan transplantasi karang dan menempatkan 1 potong atau patahan karang dengan jarak 0,5-1 meter, maka karang-karang yang kita transplant itu secara matematis akan menutupi luasan yang besar tapi tidak akan bisa membentuk terumbu karang karena laju pertumbuhan karang hanya sekitar 1 cm per tahun. Solusi yang lebih tepat ialah dengan membangun terumbu karang buatan (artificial reef) untuk memberikan tempat bagi organisme ekosistem terumbu karang untuk berlindung, mencari makan dan dan memijah. Selain itu struktur terumbu karang buatan memberikan tempat bagi plannulae karang untuk melekat dan memulai koloni baru.

13Akhir kata, penulis mengharapkan agar tulisan ini bisa memberikan pencerahan bagi rekan-rekan pencinta terumbu karang untuk bisa melakukan rehabilitasi terumbu karang dengan cara yang lebih baik. Tulisan ini adalah salah suatu bentuk kepedulian dan sebenarnya juga untuk memenuhi kewajiban saya sebagai akademisi dalam mendukung niat baik berbagai pihak untuk memperbaiki kondisi terumbu karang, terutama di Maluku. Sebagai mata rantai tertinggi dalam menguasai lingkungan hidup, selayaknya kita wariskan yang terbaik bagi masa depan generasi kita, “mari jaga dan lindungi laut kita”. HOTUMESE.

*) Penulis adalah Direktur Pusat Kemaritiman dan Kelautan Universitas Pattimura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *